tentang kisah dan jejak langkah

Rabu, 10 Mei 2017

SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN; sebuah catatan


Dari seluruh buku Pram yang sudah dibaca, baru di buku ini nemu ending-nya tidak "berwarna kelabu". Rasanya semacam berkenalan dengan Pram dari angel yang berbeda. Satu saja yang sama, tetap meneriakkan sekaligus menunjukkan kepalan 'nasionalisme' tapi dari sudut pandang lain. Semacam bukan Pram, tapi kok yo ini Pram?! 😕😥 Yang tetap menjadi ciri tak termungkiri adalah narasi dan deskripsi Pram yang selalu rinci. 

Buku yang kiranya habis dibaca sekali duduk namun sanggup mengajak berpikir masif menerjemahkan bentuk keadaan seperti apa yang pantas diperjuangkan ini sangat layak jika menjadi bahan ajar bagi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia (menengah atas dan perguruan tinggi). Ke-Indonesia-annya yang demikian kental mengajak selalu berpikir ulang tentang esensi republik ini yang berdiri di atas 'berbagai corak dan sama sekali tidak dapat diseragamkan.' Refleksi dari sejarah, mari selalu melakukan telaah dan berpikir dari sudut pandang nasionalis sekaligus patriotisme.

Satu yang tak terelakkan, saat menikmati kata demi kata, terasa ada bagian yang digedor tapi ketika dibuka semacam hanya berjumpa dengan suatu ruang hampa. Mungkin karna sentuhan 'keperempuanannya' nya kurang. Ya, untuk seorang philogynik sekelas Pram, Chairil, bahkan Seno Gumira, keperempuanan adalah harga mati sebuah ending yang mampu membuat pembaca ikut meratap-ratap! Tabik, Eyang!



Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Statistik Kunjungan

Arsip Blog

Recent Posts

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *