Akhirnya yang ditunggu-tunggu sejak kapan tau muncul juga di layar lebar. Yep! Superhero perempuan yang kehadirannya dalam Batman vs Superman; Dawn of Justice besutan Zack Snyder lebih dari setahun silam memang sukses menculik perhatian. Dalam Batman vs Superman, doi muncul sekilas dalam beberapa scene tapi dihadirkan dengan pesona level maksimal membuat mbak sexy mantan Miss Israel ini benar-benar bersinar terang. Masih di kisaran penampilannya di Dawn of Justice, di film itu selain sexy, kemunculan yang tepat pada waktunya ditambah ilustrasi musik yang pun terkesan luar biasa memacu adrenalin kian menimbulkan 'greget' tersendiri bagi sosoknya. Tampil elegant dan sexy plus memiliki kekuatan yang mengagumkan rasanya cukup menjadi poin pembangun karakter paling membuat penasaran untuk jauh lebih diperhatikan oleh pirsawan. (3 kali saya mengulang kata sexy dalam paragraf ini. Berarti mbaknya memang benar-benar sexy menurut saya! π)
Menggunakan alur campuran dengan setting tempat-tempat mengagumkan. Gambaran planet bumi menjadi 'pembuka mantra' legenda ala DC comics yang mengusung perempuan sebagai superheronya. Film ini juga menjadi pembelajaran bagi para orang tua yang harus lebih peka terhadap tumbuh kembang psikologis anak. Bagaimana tidak, sejak awal ditekan bahwa anak adalah peniru andal segala perilaku orang dewasa. Diana yang nanti setelah dewasa menjelma menjadi Wonder Women (WW) sedari kecil sudah disuguhi pemandangan latihan bela diri ala perempuan-perempuan Amazone. Dari kebiasaan itu juga akhirnya ia yang adalah anak Dewa Zeus berlatih mengalahkan sang abang. (Pas nulis abang kok rasanya agak aneh ya.. mungkin karena biasanya kalau pake kata abang, saya bakalan bilang "Bang, 1 mangkok ga pake bihun ya!" Ato "Bang, Bang, kiri Bang!"π *sorry buat yang dipanggil abang oleh pacar ato pasangannya π)
Di film ini saya melihat ada kecenderungan kiblat beladiri yang dianut oleh doi dan kroni-kroninya adalah capoeira. Perhatikan saja beberapa kali dengan terang dan jelas gerakan menendang dengan teknik memutar 360° disodorkan ke hadapan penontonnya.
Masih di kisaran alur, secara pribadi ada yang agak mengecewakan bagi saya. Tampaknya sang sutradara belajar banyak dari Dawn of Justice yang kala itu menuai kritikan akibat lompatan-lompatan alur mahadahsyat yang sempat membingungkan penonton. Bercermin dengan kekecewaan yang lalu, penulis skenario dan sutradara WW terkesan lebih pelan dan hati-hati. Saking pelannya bahkan 30 menit pertama saya cenderung mengalami kebosanan karena rasanya terlalu banyak obrolan bertele-tele dengan aksi-aksi standar. Mungkin lambatnya alur berkaitan dengan sekuel yang semoga digarap lagi di tahun-tahun berikutnya. Jadi film kali ini hanya permulaan yang menjelaskan asal usul, cikal bakal WW. Berkaitan dengan jalannya alur yang perlahan rasanya semua termaafkan dengan mendapuk Gal Gadot sebagai pemeran utama yang memang berparas cantik lagi body ciamik. Ia semacam daya hipnotis tersendiri yang sanggup membuat saya bergumam, "Tuhan saat kau menciptakan mbak ini, pasti hati-Mu sedang senang! Look at her eyes, her lips, her body. Just perfect!"
Beralih pada bagian lain yang tak kalah menyandera perhatian. Kostumnya! Saya memang harus bilang Wow sejak kali pertama melihatnya di Batman vs Superman. Sexy tapi ga bitchy, terbuka tapi sepertinya (sepertinya lho ya..) enggak menimbulkan birahi bagi para penonton di luar kaum hawa π kecuali hmm.. imaji-imaji liar yang.. ah sudahlah tak perlu diteruskan, you know what I mean π warna kostum dan desainnya meski mengadopsi desain awal dan asal kemunculan dalam komik, tapi tetap ga lepas dari polesan kekinian hanya saja yang sekarang lebih sopan ditambah penutup 'segitiga' ajaib semacam yang digunakan ksatria-ksatria zaman Romawi. Lanjut, mari kita bicara soal *'curiga'-nya mbak WW. Kemunculan tali lasso salah satu senjata andalan WW dalam beberapa kali rasanya kurang greget. Saya pribadi berharap ketika lasso ini dililitkan pada tubuh korban yang hendak diketahui kejujurannya, ada ekspresi yang lebih menyentak tapi ternyata hanya sebatas itu saja yang disodorkan oleh sang sutradara. Entah mengapa saya tiba-tiba membayangkan akting Jenifer Lopez di Enough pada salah satu scene-nya yang terasa lebih menggigit, sekaligus berkhayal andai para tokohnya seekspresif JLo, pasti lebih 'ugh!' πͺππ Berbeda halnya dengan penggunaan gelang penangkis peluru plus penghimpun kekuatan yang ketika digunakan menimbulkan efek getaran suara yang sungguh-sungguh cetar membahana seluruh studio 3 (yang ini saya suka, saya suka!) π
Ada yang jernih saya tangkap dari kisah ini. Ternyata dendam tak selamanya negatif! Selama dendam itu berhasil dibelokkan pada alur yang sepantasnya, maka efek-efek positif rasanya akan lebih dominan. Lihatlah, WW semakin bertekad kuat menghakimi Ares sejak melihat sang cinta pertama meledak di udara bersama pesawat dan tumpukan senjata kimia. Dan satu hal lagi, belajar dari hmmm sapa tuh, Patrick yang jelmaan Ares, bahwasanya hal paling menyakitkan adalah pengkhianatan dilakukan oleh orang-orang yang kita kenal dan bahkan bersikap manis di hadapan. Kalau kata Bang Napi, "Waspadalah, waspadalah!"
Oiya, FYI (For Your Information), karena saya perempuan, hmm.. ada berapa adegan membuat baper. Mari saya rinci. 1. Adegan tidur di perahu layar yang membuat geregetan tapi sekaligus membuat penonton kecewa. We need more! π
Saya pribadi sudah berpikir sampai kemana-mana khas ala-ala film superhero yang tetap dibumbui adegan-adegan 'rockmantic' πππ
ternyata dalam adegan ini sang sutradara memang sungguh punya etika, mereka tak bercinta di atas tenangnya samudera. 2. Adegan Steve dan Diana memasuki gerbang London via perairan mengingatkan saya pada salah satu adegan di Titanic saat Rose Dawson memasuki wilayah Amerika dengan latar Patung Liberty megah berdiri ketika dilewati. Sungguh, alam bawah sadar kita diajak untuk mengagumi simbol-simbol kemegahan Eropa dan Amerika. 3. Adegan Steve dan Diana yang berdansa di bawah guguran salju membuat saya lantas berkhayal, "Hei you! Come, dance with me, come.." (ngarep π)
Untuk pemeran Steve sendiri, kok kurang ganteng ya yang dipilih. Harusnya cari yang lebih handsome donk ya.. secaraaa.. doi kan bakal jadi cinta pertamanya Diana. Dan satu lagi, untuk pemeran dr Poison, sumpah, ini perempuan ngeselin banget, dari wajah dan kelakuannya. Bisa dikatakan dia sukses memerankan karakter antagonis ahli kimia yang psikopat. Bicara soal ekstrinsik pembangun film ini, hal yang ga berhenti melintas dalam pikiran saya. Awalnya tidak ingin saya tulis tapi kok ya rasanya seperti kotoran di alis ya. Tidak terlalu terlihat tapi sangat mengganggu. Hmm, film ini semacam propaganda negatif terhadap Jerman yang memang konon, sekali lagi KONON terkenal dengan senjata kimia pemusnah masal alias tabun-nya. Cocoklah sudah dengan adegan berisi segala kemarahan Miss Israel berdarah Yahudi menikam Ludendorff, jenderal yang nota bene adalah seorang Jerman dengan pedang (khusus soal ini mohon jangan terlalu dibaca serius, saya mah hanya iseng ngait-ngaitin sejarah padahal belum tentu jugak ada hubungannya dengan si mbak ini..hellaaawww.. ini uda 2017 keleus, urusan Nazi dan Yahudi uda lewat jaoh π’)
Satu yang ter-'juwarak' menurut saya. Soal Diana. Saya envy melihat kecantikan doi.. π That's the point! Mbak ini uda tarung gila-gilaan, terbang sana terbang sini, lompat sana lompat sini, kebanting sana kebanting sini, tapi sedikitpun ga berkeringat, riasan wajah tetap paripurna, rambut ikal mayang melambai-lambai mahasempurna! π Entah apa lagi yang harus saya tulis. Bahkan debu saja pun rasanya enggan melekat di riasan serba naturalnya. Bandingkanlah dengan saya nih..., baru beranjak dari ruang guru ke dalam kelas dengan cuaca agak panas, khas pukul setengah sebelas, baru sampai ruang kelas lantas berusaha menahan amarah oleh perilaku siswa yang malas, muka sudah memerah, bedak luntur, rambut entah kemana-mana layaknya surai singa π nasiiib..nasib.. kok yo nggak pernah sip! π
NB: *curiga = dalam falsafah Jawa kuno tolok ukur kesempurnaan/keberhasilan pria diukur dari kepemilikan 5 hal. Wisma (rumah), turangga (kuda/kendaraan), kukila (burung dalam hal ini dari jenis Perkutut karena orang Jawa menempatkan Perkutut sebagai prestise, simbol keanggunan dan kemapanan), wanita (istri), curiga (senjata dalam hal ini keris)